Cilegon - Langkah Bawaslu Kota Cilegon yang melibatkan mantan Ketua Partai Politik sebagai pemateri sosialisasi pengawasan partisipatif pemilu 2024 menuai kritik keras. Acara yang diadakan di kantor Kelurahan Bagendung pada Selasa (24/10) tersebut seharusnya bertujuan memperkuat peran masyarakat dalam pengawasan pemilu, namun kehadiran mantan tokoh partai politik memicu pertanyaan serius tentang netralitas lembaga pengawas tersebut.
Ketika banyak pihak mempertanyakan keputusan ini, Eneng Nurbaeti, Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Cilegon, justru menyatakan bahwa tidak ada regulasi yang melarang eks ketua parpol untuk menjadi pemateri dalam sosialisasi pengawasan pemilu. “Menjadi pemateri dibolehkan. Regulasi yang berlaku tidak mengatur larangan bagi mantan tokoh parpol untuk berpartisipasi sebagai pemateri,” ujar Enang Nurbaeti saat dimintai tanggapan.
Namun, pernyataan ini justru semakin memperkeruh keadaan. Hose, selaku Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), menyebut keputusan Bawaslu sebagai pelanggaran moral yang mengabaikan integritas dan prinsip dasar independensi yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 2 Tahun 2017. “Kalau Bawaslu sendiri yang mengaburkan batas netralitas dengan mengundang mantan ketua partai sebagai pemateri, bagaimana masyarakat bisa percaya pada proses pengawasan pemilu yang seharusnya bebas dari konflik kepentingan?” tegas Hose.
Para pengamat menilai bahwa argumen ‘tidak ada aturan’ yang dilontarkan Bawaslu justru merusak citra mereka sebagai lembaga independen. Undang-Undang DKPP No. 2 Tahun 2017 memang mewajibkan lembaga pengawas pemilu untuk menjaga kepercayaan publik dengan menghindari tindakan yang bisa menimbulkan persepsi negatif dan merusak netralitas pengawasan. “Argumen bahwa tidak ada aturan seolah menegaskan bahwa Bawaslu mengesampingkan etika demi kenyamanan prosedural, dan ini sangat disayangkan,” tambah Hose.
Publik kini semakin mempertanyakan objektivitas dan independensi Bawaslu Kota Cilegon dalam menyelenggarakan pemilu yang bersih dan adil. Tanpa klarifikasi yang memadai, kepercayaan terhadap Bawaslu bisa terguncang, terlebih di tengah isu netralitas yang sudah kerap dipertanyakan. (Ld)