BANTEN - Badan Kehormatan DPRD Banten tampak gagap merespons temuan surat titipan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang mencatut nama salah satu unsur pimpinan legislatif. Memo bertanda tangan Budi Prayogo, lengkap dengan cap basah bertuliskan “DPRD Provinsi Banten”, beredar luas di kalangan internal pendidikan dan memicu gelombang pertanyaan soal transparansi serta integritas proses penerimaan siswa.
Alih-alih merespons secara tegas dan terbuka, Badan Kehormatan DPRD Banten, Umar Bin Barmawi, justru memberikan jawaban berputar. “Kalau tanda tangan, kita belum bisa pastikan. Kalau cap, itu bukan cap DPRD,” ujarnya saat dihubungi, Rabu siang. Namun saat ditanya siapa yang berwenang menggunakan atau membubuhkan stempel DPRD, Umar justru terdiam dalam kalimat yang panjang dan tak menjawab inti pertanyaan.
Ia bahkan menawarkan pertemuan langsung, seolah persoalan kelembagaan bisa diselesaikan lewat bincang santai. “Gini aja, saya kan orang Cilegon. Kita ketemu ngobrol aja biar saya jelaskan,” katanya. Tak ada penegasan, tak ada pembelaan. Yang muncul justru kecenderungan untuk menghindar.
Langkah mengalihkan isu ini memunculkan dugaan apakah benar memo tersebut hasil rekayasa, atau justru produk sah yang kini tengah ditutupi? Jika memang tidak berasal dari lembaga, mengapa sulit menjelaskan asal-usulnya?
Ketua DPRD Banten, Fahmi Hakim, yang seharusnya menjadi suara paling utama dalam menjawab dugaan pencatutan institusi, memilih bungkam saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.
Penelusuran Pressroom.co.id menemukan bahwa memo tersebut ditujukan kepada salah satu sekolah negeri di Kota Cilegon, dengan catatan “mohon dibantu dan ditindak lanjuti”. Kalimat singkat yang seringkali jadi sandi intervensi kuasa, dalam praktik “titip-menitip” siswa yang telah lama menjadi rahasia umum namun jarang tersentuh bukti konkret.
Memo itu, jika sah berasal dari unsur pimpinan dewan, menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan paling kasat mata. Ia merusak sistem seleksi yang seharusnya berpijak pada asas meritokrasi, bukan titipan kekuasaan.
Sikap Badan Kehormatan yang tidak langsung mengklarifikasi secara terbuka justru memperburuk citra. Alih-alih menjaga marwah lembaga, mereka seperti sibuk menyapu kotoran ke bawah karpet. (Ldy/Tim)