Cilegon, preessroom .co.id-Dewan Pengurus Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cilegon kembali melayangkan kritik tajam terhadap DPRD Kota Cilegon, kali ini menyoroti pengajuan dan penggunaan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) yang diusulkan oleh para anggota dewan yang diduga tidak ada keterbukaan kepada masyarakat.
Berdasarkan temuan dan pengamatan GMNI Cilegon proses penyusunan pokir yang seharusnya menjadi jembatan aspirasi rakyat diduga dilakukan secara tertutup dan minim pelibatan publik.
Ketua DPC GMNI Cilegon Ihwan Muslim, menyatakan bahwa hingga pertengahan 2025, belum ada transparansi menyeluruh sekitar 404 usulan Pokir yang telah diajukan oleh DPRD Kota Cilegon. Ia menyebut bahwa masyarakat tidak memiliki akses terhadap detail kegiatan, nilai anggaran, maupun lokasi realisasi dari pokir tersebut.
“Transparansi itu bukan slogan, melainkan kewajiban konstitusional. Kalau Pokir diduga disusun diam-diam, lalu hasil reses tidak bisa diakses warga, bagaimana publik bisa percaya bahwa anggota DPRD Cilegon mewakili kepentingan mereka? Jangan jadikan sistem digitalisasi seperti SIPD hanya sebagai formalitas belaka,” tegas Ihwan pada Selasa, 22 Juli 2025.
Menurut GMNI, situasi ini semakin menegaskan bahwa fungsi pengawasan dan peran DPRD sebagai representasi rakyat telah melemah secara struktural. GMNI juga mempertanyakan integritas proses perencanaan pembangunan daerah yang disusupi kepentingan politik tertutup.
Dalam waktu dekat, GMNI Cilegon berencana mengajukan permintaan informasi publik secara resmi kepada Sekretariat DPRD dan Pemerintah Kota Cilegon, serta membuka kanal aduan warga terkait dugaan penyimpangan aspirasi dan pengelolaan anggaran berbasis pokir.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah perbaikan dari DPRD, kami siap turun ke jalan dan mendesak keterbukaan penuh demi menyelamatkan uang rakyat dari potensi penyalahgunaan,” tutup Ihwan.
Sementara Sekretaris DPC GMNI Cilegon Andriansyah, menyayangkan tidak adanya pelaporan resmi kepada masyarakat mengenai hasil reses maupun pokir yang diajukan. Ia menegaskan bahwa pokir bukan hak prerogatif politisi, melainkan amanat suara rakyat yang harus dikelola secara terbuka dan partisipatif.
“Kami mendesak DPRD Kota Cilegon segera membuka daftar pokir berikut nilai anggaran dan lokasi per kegiatan. Jangan jadikan pokir sebagai alat politik transaksional. Kalau dewan diam, itu bukan lagi keterwakilan rakyat melainkan keterwakilan kelompok,” ujar Andriansyah.
GMNI Cilegon juga mengingatkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengklasifikasikan Pokir sebagai sektor rawan korupsi dalam praktik perencanaan dan penganggaran di daerah. Oleh karena itu, ketertutupan informasi pokir di Cilegon patut dicurigai sebagai potensi penyimpangan jika tidak segera dikoreksi. (Mdrs)