Cilegon - Pernyataan Wakil Wali Kota Cilegon, Fajar Hadi Prabowo, yang menyebut banyak lurah di Cilegon "manja" dan terlalu bergantung pada DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran), mulai memantik bara. Tak hanya para lurah, kini giliran pejabat di tingkat kelurahan yang angkat bicara dengan nada tajam, bahkan menantang.
“Kalau semua lurah dianggap manja, mana datanya? Kami kerja keras di lapangan, melayani warga dengan segala keterbatasan. Jangan cuma bisa nyinyir dari balik meja,” tegas salah satu lurah kepada pressroom.co.id, Senin (26/5), dengan syarat identitasnya tidak disebut.
Pernyataan Fajar yang dilontarkan dalam sebuah wawancara dengan media lokal dinilai menyamaratakan dan merendahkan semangat kerja birokrasi level bawah. Tak terima dicap “manja”, seorang kepala seksi (Kasi) di salah satu kelurahan bahkan mengeluarkan pernyataan yang lebih pedas.
“Kalau kami dibilang manja, ya ditunjukkan dong dulu gebrakan program dari Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang baru. Jangan cuma komentar tanpa pembuktian. Mau dimutasi semua lurah karena dianggap konyol? Silakan! Tapi jangan main tuduh sembarangan!,” seru kasi tersebut.
Menurutnya, sampai hari ini banyak lurah dan perangkat kelurahan tetap menjalankan tugas dengan maksimal meski terkadang tanpa dukungan anggaran penuh. Ia mempertanyakan arah kepemimpinan baru di Cilegon yang justru menyerang bawahan tanpa solusi konkret.
“Jangan merasa paling benar. Pemimpin seharusnya mengayomi, bukan menyudutkan. Kalau ada lurah yang malas, tegur langsung. Tapi kalau semua dicap manja, itu fitnah,” tambahnya.
Situasi ini makin memanaskan dinamika internal pemerintahan Kota Cilegon. Di balik pelayanan publik yang terlihat tenang, rupanya gejolak emosional di tubuh birokrasi tengah bergolak.
Sementara itu, sejumlah ASN menyebut suasana batin pegawai di kelurahan saat ini sedang tidak baik. "Kami sedang menahan diri. Tapi kalau tuduhan itu terus dilontarkan tanpa data dan evaluasi terbuka, jangan salahkan kalau akhirnya kami bicara lebih keras,” ucap seorang ASN yang ikut mendengar langsung pernyataan sang Wakil Wali Kota.
Apakah pernyataan Wakil Wali Kota ini bentuk kritik membangun? Atau justru sinyal kegagalan komunikasi pimpinan terhadap para pelaksana di lapangan? Waktu yang akan menjawab atau mungkin konflik birokrasi ini akan pecah lebih cepat dari yang diduga.