JAKARTA - Anggota DPD RI masa bakti 2014-2024, Fachrul Razi berharap DPD RI membatalkan agenda kunjungan ke luar negeri, yang dikemas melalui program Studi Referensi. Mengingat program tersebut tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk melakukan penghematan anggaran untuk kepentingan yang lebih besar.
Mantan
senator asal Aceh dua periode tersebut mengatakan, bahwa kemampuan Fiskal
Pemerintah saat ini sedang tertekan akibat jatuh tempo pembayaran cicilan
hutang Indonesia sebesar Rp.800,33 triliun, ditambah jatuh tempo bunga hutang
tahunan senilai Rp.552,9 triliun. Sehingga APBN 2025 akan tersedot Rp.1.353
triliun.
“Itu
belum lagi untuk program penguatan ketahanan pangan dan energi yang menjadi
prioritas program Presiden Prabowo, yang memang sangat fundamental bagi
Indonesia, dengan populasi penduduk yang sangat besar. Ditambah program makan
gratis bagi pelajar Indonesia,” urainya Fachrul Razi yang juga Pendiri Forum
Kajian dan Riset Konstitusi Indonesia (Frasa), Senin (10/02/2025).
Sehingga,
lanjutnya, sudah sepantasnya anggota DPD RI memberi dukungan moral dengan
menunda atau membatalkan agenda kunjungan tersebut. Sekaligus sebagai empati
kepada mayoritas rakyat Indonesia yang sekarang mengalami penurunan daya beli
dan banyaknya PHK di dunia usaha dan industri.
“Program
Studi Referensi itu dilakukan sebagai bagian dari penyiapan Rancangan
Undang-Undang (RUU) yang diusulkan DPD RI. Tetapi kita kan sama-sama tahu,
berapa RUU inisiatif DPD RI yang menumpuk tetapi tak kunjung menjadi
Undang-Undang. Lebih baik fokus mengegolkan RUU yang sudah ada, agar segera
menjadi UU,” ungkap mantan Ketua Komite I DPD RI itu.
Pendiri
FRASA & Partner Lawfirm itu mengaku mendengar DPD RI sedang merancang
Program Studi Referensi ke beberapa negara, di antaranya Uni Emirat Arab,
Portugal dan Spanyol. “Program DPD RI Keluar Negeri ini bertentangan dengan
intruksi Presiden Prabowo terhadap larangan keluar negeri bagi pejabat negera,”
tutupnya.