JAKARTA -- Indonesia segeralah membuka diri terhadap bantuan asing, terutama dalam rangka percepatan pembangunan kembali infrastruktur di tiga daerah Sumatera yang rusak parah diterjang banjir bandang.
"Bagi Indonesia, umumnya tanah bukan sekadar bernilai ekonomi, tapi juga sosial dan komunikasi antarmanusia di dalamnya dengan dunia luar," tegas pemerhati budaya Suryadi, M.Si kepada media di Jakarta pada Kamis, (18/12/25).
Bencana alam di wilayah sepelurusan Aceh - Sumatera Utara - Sumatera Barat (Sumatera) hingga hari ini sudah hampir setengah bulan.
Di sana-sini masih banyak wilayah yang terisolasi karena belum tersambungnya infrastruktur, termasuk di dalamnya jembatan, jalan, dan sistem komunikasi. Semua porak-poranda dihantam matrial hutan yang hanyut terbawa banjir bandang.
Dari banjir bandang yang menghanyutkan kayu-kayu gelondongan berdiameter besar dan gesekan potongannya membuat mudah menduga bahwa "kemarahan alam" ini kian diperparah oleh ulah manusia yang hanya berpikir keuntungan ekonomi.
"Kita sudah diberi pelajaran mahal lewat Tsunami Aceh tahun 2004. Tapi, kita tidak berubah, seolah mau membuktikan bahwa "homo homini lupus' itu benar terjadi di sini," ujar salah seorang relawan ketika Tsunami Aceh 2004 ini.
Tanah bagi bangsa Indonesia bukan sekadar bernilai ekonomi. Ada tumbuh kembang budaya di sana yang butuh dikomunikasikan dengan dunia luar, katanya.
Perlu dicatat dengan baik keterisolasian salah satunya karena stugnya komunikasi dengan dunia luar.
Sampai di sini, kata Suryadi, perlu kita mengakui secara defakto Indonesia adalah bagian dari warga dunia.
Bantuan mereka dari dunia luar arahkan saja, misalnya, perbesar untuk membangun jalan, jembatan dan pertelekomunikasian yang luluh lantah diterjang banjir bandang.
Pada saat yang sama, jika ada kekhawatiran di bidang intelijen, data dari awal siapa-siapa dan alat apa yang dibawa mereka.
"Bukankah kita sekarang sudah makin canggih? Kita buktikan kecanggihan itu sambil tidak usah malu buka diri terhadap solidaritas kemanusiaan dari Negara lain," imbaunya.
Banjir bandang yang ke sekian kali melanda bagian dari Tanah Air ini, lanjutnya, membuktikan bahwa batas kewilayahan administratif tidak bisa membatasi geografis. "Sadarlahlah, buka sebuka-bukanya kerusakan dan ketidakmampuan kita," imbaunya.
Untuk itu kita butuh bantuan sebanyak-banyaknya dari luar sebagaimana kita pun bersicepat membantu negara lain sebagai pertanda solidaritas kemansiaan Indonesia.
Menurutnya, kita hendaknya proporsional melihat kapasitas teknologi dan keuangan yang kita miliki. Jadi, segera buka saja pintu bantuan luar negeri.
"Jangan halangi orang yang mau berbuat baik membantu. Kecanggihan demi kewaspadaan, pada saat yang sama tegakkan saja, toh katanya kita sekarang sudah canggih," urainya memberi alasan.
Tidak perlu khawatir dipermalukan oleh karena kerendahan hati. Kemanusiaan, katanya, sudah memanggil-manggil dari wilayah bencana.
"Pekik panggilan itu begitu nyaring, bahkan lebih cepat daripada imbauan Jakarta agar bersabar dalam keterisolasian," ujaranya mengingatkan.
