Cilegon - Program percepatan pembentukan Koperasi Merah Putih yang dicanangkan pemerintah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan justru memunculkan ironi di Karangasem, Kota Cilegon. Alih-alih menjadi milik warga, koperasi ini sempat diisi oleh anak lurah sebagai pengurus hasil dari forum yang dipimpin ayahnya sendiri.
Utami, anak kandung Lurah Karangasem, sempat tercatat sebagai sekretaris koperasi setelah terpilih dalam musyawarah kelurahan. Fakta itu sontak memicu kemarahan warga. Aroma nepotisme begitu kuat, mengingat ayahnya menjadi ketua sidang saat penetapan pengurus dilakukan.
“Secara moral, ini sudah salah sejak awal. Bahkan kalau tidak ada yang protes, mungkin tidak akan ada yang berubah,” kata salah satu tokoh warga, yang enggan disebut namanya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Cilegon, Didin S. Maulana, Ia menyebut pihaknya kini tengah memperkuat koordinasi agar kasus serupa tidak terjadi di kelurahan lain.
“Saya sudah cek ke notaris dan fasilitator. Sekarang sekretarisnya sudah diganti, atas nama Vebri,” ujar Didin saat dihubungi Pressroom.co.id pada Rabu, (28/5).
Program pembentukan koperasi ini merupakan bagian dari agenda nasional yang diturunkan melalui dinas kabupaten/kota. Namun, implementasi di lapangan kerap tidak steril dari pengaruh lokal. Bahkan, dalam forum yang semestinya menjadi ruang demokrasi ekonomi, relasi kuasa masih begitu kental.
Didin menegaskan bahwa Juklak Nomor 1 Tahun 2025 Kementerian Koperasi telah mengatur secara tegas soal larangan hubungan darah antara pengurus dan pengawas.
“Sudah jelas tertulis pada poin ke 3 tidak boleh ada hubungan sedarah” tambahnya.
Pressroom.co.id telah mencoba mengonfirmasi peran Lurah Karangasem dalam pemilihan pengurus yang sempat menetapkan anaknya sendiri. Namun sang lurah tidak merespons, baik melalui telepon maupun pesan singkat.
Sikap bungkam itu justru mempertebal dugaan publik bahwa pembentukan koperasi belum sepenuhnya steril dari intervensi dan kepentingan keluarga penguasa lokal. Sebuah alarm bahwa percepatan tak boleh mengorbankan tata kelola.
Kini publik menanti langkah konkret: bukan hanya perbaikan struktur koperasi, tapi juga reformasi dalam pola rekrutmen dan pengawasan agar koperasi tidak menjadi alat kekuasaan, melainkan benar-benar menjadi milik rakyat. (Ldy)