Cilegon - Seorang apoteker di Kimia Farma Cilegon harus menerima kenyataan pahit setelah kontraknya tidak diperpanjang tanpa alasan yang jelas. Mirisnya, selama bekerja, ia menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan ketika kontraknya berakhir, tidak ada kompensasi sepeser pun yang diberikan oleh perusahaan farmasi pelat merah tersebut.
Saat dikonfirmasi, Endah Human Resource Development (HRD) Kimia Farma Jl. D.I Pandjaitan Cilegon justru menghindari pertanyaan substansial terkait nasib pekerja ini. Alih-alih menjawab alasan spesifik di balik pemutusan kontrak, mereka justru balik bertanya siapa yang mengadukan hal ini ke media.
Pressroom.co.id menanyakan beberapa hal penting kepada HRD Kimia Farma, termasuk alasan gaji apoteker ini berada di bawah UMR, serta kebijakan kompensasi bagi pekerja yang tidak diperpanjang kontraknya. Namun, pertanyaan-pertanyaan ini tidak dijawab dengan jelas.
Jika alasan pemutusan kontrak adalah defisit anggaran, bagaimana sebenarnya kondisi keuangan Kimia Farma saat ini? Apakah ada tenaga kerja lain yang mengalami nasib serupa? Lagi-lagi, pihak Kimia Farma memilih bungkam.
Saat berita ini diterbitkan, pihak HRD Kimia Farma memberikan tanggapan singkat bahwa mereka masih menghubungi kantor pusat untuk mendapatkan kejelasan terkait kasus ini. Namun, mereka juga menyebut bahwa saat ini masih dalam kondisi cuti bersama sehingga belum bisa memberikan jawaban lebih lanjut.
Sikap ini menimbulkan tanda tanya besar. Sebagai perusahaan farmasi milik negara, Kimia Farma seharusnya tunduk pada regulasi ketenagakerjaan dan menjamin kesejahteraan pekerjanya. Namun, kasus ini justru memperlihatkan potensi pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja.
Hingga berita ini diterbitkan, Pressroom.co.id masih berupaya mendapatkan tanggapan resmi dari pihak Kimia Farma. (Ldy)