JAKARTA – Diminta atau tidak oleh masyarakat, Pemerintah wajib memberikan penjelasan yang jujur, detil, dan mendasar terkait penuntasan kasus "Pagar Laut" di perairan Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten.
“Selain kasus dan penyelesaian secara hukum, ini hendaklah dilihat sebagai kesimpangsiuran informasi publik. Penjelasan itu harus bersih dan benar-benar tidak berkabut, bukan cuma bongkar membongkar fisik,” kata Suryadi, M.Si., pemerhati budaya dan kepolisian, kepada media di Jakarta pada Minggu, (26/1/25).
Untuk itu harus dari hal yang basis, agar tak ditiru oleh masyarakat sehingga hal serupa tidak terjadi di tempat lain, tambahnya.
Seperti pemberitaan media akhir-akhir ini, tiba-tiba saja eksplosif kasus ‘Pagar Laut’ tersaji luas ke publik.
Kasus itu ingin memaparkan, ada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ‘berkelindan’ dengan keberadaan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di wilayah Kabupaten Tangerang.
Lantas, lanjutnya, di antara keduanya (PSN dan PIK 2), muncul ‘Pagar Laut’ di perairan sejauh lebih dari 30 km, yang mengundang kontroversi di masyarakat.
Dikatakan simpang siur informasi, di satu sisi telah memunculkan kelompok-kelompok di masyarakat yang mengklaim keberadaan ‘Pagar Laut’ itu, menguntungkan nelayan. Maka, munculnya hal semacam ini diinterpretasikan sebagai representasi dari kelompok yang pro lantaran telah diuntungkan secara materi.
Di lain sisi, muncul respons dari kelompok-kelompok atau orang per orang yang menilai keberadaan ‘Pagar Laut’ mengganggu mata pencarian nelayan atau kontra.
“Itu jelas kontroversi yang merugikan kehidupan masyarakat. Seperti diketahui, beriringan dengan itu muncul pula kalangan pelestari lingkungan yang menyatakan, bahwa beban agar ‘Pagar Laut’ itu bisa tetap tegak di tengah laut, telah dan akan mengganggu kehidupan biota laut,” kata Suryadi.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Pemerintah secara terpadu terdiri atas berbagai unsur, termasuk bidang hukum (laut dan darat), dan penjaga laut dan seiisinya, tampil menjelaskan kepada publik agar persoalannya menjadi ‘clean and clear’.
“Penjelasannya utuh. Apa itu PSN dan PIK pada posisinya di laut dan di antara empang-empang masyarakat?” kata Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL) itu.
Baru kemudian, lanjutnya, tentang bisa terjadi dan keberadaan “Pagar Laut’, diikuti oleh tindakan hukum. Langkah-langkah itu, harus dilihat oleh Pemerintah secara jernih sebagai langkah penuntasan, sehingga kehidupan bebas dari ‘perang informasi’ di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, tak hanya selesai secara hukum formal. Tetapi, jelasnya, juga dibarengi oleh penyelesaian di darat, di laut, dan lingkungannya sebagai habitat manusia yang biotatif.
Jika penyelesaiannya mendasar, harap Suryadi, maka akan tuntas. Tentu saja, sejauh memang PSN adalah untuk perbaikan kemanusiaan dan bukan sekadar kalkulasi kepentingan ekonomi dari dan untuk pihak mana pun.
“Melainkan semua demi kehidupan warga negara. Pendek kata, semua itu ditujukan untuk kemanusiaan. Maka jalan keluarnya, kembalikan kepada kemanusiaan. Jauhkan kepentingaan popularitas dan politis di tengah screamage,” urai Suryadi.
Suryadi berharap, dengan begitu, kondisi kehidupan dapat dikembalikan kepada kondisi bebas saling curiga yang memungkinkan terperbaikinya kehidupan warga negara dalam konteks kemanusiaan. **