CILEGON - Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cilegon menyatakan kekecewaanya kepada DPRD Kota Cilegon, Bappedalitbang sebagai bagian Pemerintah Kota Cilegon dan Manajemen BJB Cabang Cilegon.
Dimana, ketiga pihak tersebut tidak berani transparan soal penyertaan modal Rp100 miliar ke BJB yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2025 tahun depan.
Padahal, seharusnya sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan uang rakyat, seharusnya semuanya bisa terbuka dan transparan.
Transparansi tersebut terkait dengan bagaimana kajian akademis, portofolio bisnis dan apa yang manfaat yang akan diterima pemerintah.
Termasuk alasan mendasar kenapa belanja daerah disertakatan untuk modal korporasi bank bukan untuk program yang langsung dirasakan masyarakat.
Bahkan, yang paling mendasar adalah soal landasan hukum yang diambil soal penanaman modal itu sendiri.
Sebab, sebelumnya HMI sudah menyinggung adanya potensi pelanggaran Undang-undang Nomor 23 tahun 2024 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 305 ayat satu (1) dan dua (2). Dimana, APBD harus surplus untuk bisa melakukan penyertaan modal.
Tapi dalam kurun waktu 2023 lalu APBd defisit dan sekarang pada 2024 potensi APBD defisit juga masih akan terjadi.
Bahkan, HMI juga memberikan warning atas tidak transparanya DPRD Cilegon, Pemkot dan BJB soal penyertaan modal Rp100 miliar tersebut. Dimana, nantinya berpotensi menjadi ruang gelap korupsi atas APBD Kota Cilegon.
Diketahui, pada Diskusi Publik yang diadakan HMI Cabang Cilegon pada Jumat 13 Desember 2024 lalu dengan tajuk "Petingatan Darurat Keuangan Daerah, Menggugat Rp100 Miliar Penyertaan Modal ke BJB" sejumlah pihak yang berwenang akan kebijakan tersebut tidak berani hadir dan menjelaskan.
Padahal, harapan HMI Cabang Cilegon mengundang agar bisa secara terbuka dan tranparan bisa disampaikan soal kebijakan tersebut.
Dialog tersebut juga merupakan respons HMI terhadap pengesahan Peraturan Daerah (Perda) yang mengalokasikan penyertaan modal sebesar Rp100 miliar ke Bank BJB, di tengah kondisi keuangan daerah yang sedang mengalami defisit dan banyaknya proyek pembangunan yang mangkrak.
Ketua Umum HMI Cabang Cilegon, Rahmat, mengatakan bahwa langkah ini adalah sebagai wujud nyata peran HMI sebagai kontrol sosial masyarakat.
“Kami melihat banyak kejanggalan dalam proses pengesahan Perda ini. Keputusan ini dibuat saat keuangan daerah sedang defisit dan proyek-proyek pembangunan terbengkalai. Lebih buruk lagi, proses pengesahan Perda ini terkesan tidak transparan, dengan DPRD saling lempar tanggung jawab,” ujar Rahmat.
Rahmat juga menyampaikan kekecewaannya atas ketidakhadiran pihak-pihak yang diundang untuk memberikan klarifikasi, termasuk perwakilan dari Bank BJB dan pemerintah daerah.
“Kami sangat kecewa karena pihak-pihak terkait tidak hadir. Padahal, kegiatan ini adalah ruang dialog yang kami inisiasi agar persoalan ini dibahas secara terbuka. Ketidakhadiran mereka justru menunjukkan minimnya keberanian mereka untuk bertanggung jawab dan menjelaskan kebijakan ini kepada masyarakat,” tegas Rahmat.
HMI memastikan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada diskusi semata. Dimana, tegas Rahmat, akan terus dilakukan pengawalan, sehingga ada kejelasan dan transparansi dari pemerintah daerah maupun Bank BJB.
Jika tidak ada respons yang memuaskan, HMI siap turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutan masyarakat.
“Kami akan terus mengawal, mempertanyakan, dan menuntut kejelasan atas kebijakan penyertaan modal Rp100 miliar ini. Jika mereka tetap bungkam, HMI siap untuk mengambil langkah aksi. Ini adalah perjuangan kami untuk memastikan keuangan daerah dikelola dengan baik demi kepentingan rakyat, bukan hanya segelintir pihak,” tegasnya.
Rahmat menyebutkan, tidak beraninya pihak terkait menjalaskan memberikan kesan adanya potensi tuang gelap pelanggaran hukum alias potensi tindakan korupsi. Karena Rp100 miliar adalag anggaran pemerintah yang harus transparan.
"Kami ingin ini transparan dan disampaikan ke publik secara terbuka. Jangan sampai ada kesan adanya potensi piham yang sengaja menutupinya. Ini kan uang rakyat. Jangan sampai ada potensi korupsi didalamnya, sehingga harus dibuka kepada publik," tegasnya.
Selanjutnya, Pakar Ekonomi dan Dosen Ekonomi dari Universitas Al Khairiyah Ina Sakinah mengungkapkan, dialog terbuka yang dilakukan HMI menjadi ruang ilmiah.
Dimana, semua pihak harusnya bisa menjelaskan secara gambelang. Secara rinci masalah yang digugat HMI.
"Mudah dan simpel. Sampaikan saja secara transparan, sehingga tidak mnimbulkan persepsi publik yang aneh dan mencurigakan atas kebijakan penyertaan modal ini," tegasnya.
HMI papar Ina, wajar sebagai bagian dari bagian publik mempertanyakan karena adanya penggunaan uang rakyat. Seharusnya pemerintah, dewan dan BJB tidak usah takut untuk menjelaskan.
Sebab, penggunaan uang rakyat untuk hal apapun harus transparan dan disampaikan kepada publik.
"Jangan takut. Malah ini menjadi kesempatan semua pihak bisa terbuka kepada masyarakat. Jadi uang rakyat yang dikelola pemerintaj jelas peruntukannya," jelasnya.
Ia mengatakan, pemerintah dan dewan juga harus punya dasar kenapa ditengah kebutuhan belanja dalam APBD untuk masyarakat malah disalurkan ke BJB.
"Jangan sampai ini salah. Masih kondiai keuangan goyang malah bukan untuk masyarakat. Tapi kepentingan lainnya yakni perusahaan yang sebenarnya sehat secara keuangan kan," ungkapnya.
Ina menegaskan, jika alasannya deviden yang masuk ke pendapatan nanti. Hal itu kurang tepat juga. Seharusnya legislatif mendorong agar eksekutif itu inobativ dan kraatif dalam membuat ruang dan program pendapatan.
"Ini menjadi wujud pemerintah yang tidak kreatif dalam mencari opsi pendapatan. Jadinya memberikan modal ke korporasi," pungkasnya. (Mdrs)