JAKARTA – Penempatan Komjen Pol. Ahmad Dofiri (Akpol 1989) sebagai Wakapolri, Irjen Pol. Prof. Dedi Prasetyo dan Irjen Pol. Prof. Chrysnanda Dwilaksana masing-masing sebagai Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), dan Kepala Lembaga Pendidikan & Latihan (Kalemdiklat) Polri, sudah tepat.
“Polri memang butuh banyak perbaikan yang justru datang dari dalam, khususnya dimulai dari sumber daya manusia (SDM). Ketiga orang tadi tepat untuk itu,” kata Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL), Suryadi, M.Si kepada media di Jakarta.
Mutasi promosi untuk ketiga sosok itu bersama 53 perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) lainnya, tertuang dalam dalam Surat Telegram (Surtel) Kapolri Nomor: ST/ 251/ XI/ KEP/2024 tanggal 11 November 2024.
Akan tetapi, Surtel itu tak mencantumkan siapa pengganti Dedi (Akpol 1990) sebagai Asisten SDM Kapolri. Untuk pengganti Chrysnanda (Akpol 1989) sebagai Kepala Sekolah Staf Pimpinan Lemdiklat Polri, yaitu Irjen Pol. Rudy Darmoko, S.I.,M.Si.
Dedy dan Chrysnanda, sebagaimana pendahulu mereka di masing-masing jabatan baru mereka, akan segera naik menjadi jenderal polisi bintang tiga (komjen).
Kursi Kalemdiklat Polri sejak 21 Oktober kosong karena Komjen Pol. Drs. Purwadi Arianto, M.Si (Akpol 1988B) selain memang sudah memasuki usia pensiun, juga telah diangkat menjadi Wakil Menteri PAN dan RB.
Kursi Wakapolri kosong sepeninggal Komjen Pur. Drs. Agus Andrianto, S.H. yang diangkat menjadi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatkan (Menimpas) oleh Presiden ke-10 Prabowo Subianto. Belakangan, pangkat Agus naik menjadi jenderal kehormatan (Hor) polisi.
Kehadiran publik perdana Dofiri hari Kamis (14/11/24) di Mako Brimob Kelapadua, Depok, mendampingi Kapolri. Dalam resepsi 79 tahun Hari Jadi Brimob di Gedung Satyahaprabu itu, Kapoli dan Wakapolri mengenakan seragam loreng Brimob, sama dengan Dankorbrimob, Komjen Pol. Drs. Imam Widodo (Akpol 1989) dan Wadankor Irjen Pol. Ramdani Hidayat, S.H.
Pengalaman dan Kesadaran
Dapat dikatakan tepat penempatan ketiga sosok tadi pada posisi promosi terbaru tadi, kata Suryadi, mengingat pengalaman mereka berkutat di bidang-bidang pembenahan institusi dari dalam.
Dofiri, misalnya, sebelum menjadi Wakapolri, laki-laki kelahiran Tegalurung, Balongan, Cirebon, Jabar, 4 Juni 1967 ini, adalah inspektur pengawasan umum (Irwasum) Polri. Ia juga pernah menjadi Kepala Biro Pembinaan Karir (Karo Binkar) Asisten SDM Kapolri dan Kabaintelkam.
Berkenaan dengan urusan dalam, lulusan terbaik Akpol 1989 ini, juga pernah melalui jabatan sebagai Asisten Logistik Kapolri, setelah sebelumnya menjabat Kapolda DIY dan Banten.
Jadi, menurut Suryadi, untuk urusan-urusan pembenahan ke dalam, seharusnya Kapolri sangat banyak terbantu. Apalagi ada Irwasum baru yang mumpuni dalam mengelola SDM Polri. Di masa lalu. Dedi juga pernah menjadi orang nomor satu memimpin Polda Kalteng dan Kepala Divisi Humas Polri.
Bertambah matang lagi, mengingat Chrysnanda yang memang Polisi intelektual, adalah pendidik yang berani dan lugas. Sebagaimana Dedi, Chrysnanda juga guru besar. Suami seorang dokter ini, banyak makan asam garam Korlantas, tapi pada saat yang sama ia “guru” di STIK/PTIK.
Seorang jenderal di Satuan Kerja dalam institusi Polri mengaku, pernah mengalami kesulitan ketika harus merumuskan susunan organisasi baru untuk diusulkan ke Kapolri.
“Dengan cepat dia membantu dengan memberi petunjuk tentang potensi dan tantangan ke depan dari suatu organisasi baru. Sehingga, kami jadi gampang merumuskannya,” kata Suryadi mengutip ulang pengakuan jenderal itu.
Pendek kata, ketiga sosok tersebut (Dofiri, Dedi, dan Chrysnanda), menjadi kunci di institusi Polri yang memang masih banyak diwarnai “iklim atasan bawahan”. Tentu saja, lanjutnya, harus ada sahutan positif dari jajaran pimpinan yang lain.
Jaminan pembenahan ke dalam akan terwujud sebagai langkah Polri keluar, bila ada konsistensi pada setiap atasan dan pengawas untuk menumbuhkan kesasadaran. “Tingkat keberesna dan disiplin ke dalam, bagi Polri sangat penting, dengan tujuan pelayanan terbaik keluar untuk masyarakat,” urai Suryadi.
Artinya, pada saat yang sama Kapolri harus memberi jaminan, bahwa mereka yang duduk di jajaran pimpinan, baik pusat maupun daerah, akan segera memberi bimbingan dan tegas menjatuhkan sanksi terhadap siapa pun anggota yang melakukan ketidaktertiban dan ketidaktaatan pada aturan.
“Jadi, bukan sekadar karena ketidakpatuhan pada perintah atasan, lantas dihukum. Ada mekanisme reward and punishment-lah begitu,” ia mengingatkan.
Disiplin itu bukan masyarakat duluan. Tapi, lanjutnya, Polri harus lebih dulu memberi contoh, terutama ketika menjalankan fungsi dan tugas memelihara ketertiban, serta mengayormi, melindungi, dan menegakkan hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dinamis.
“Tapi, semua itu bukan sekadar memberi petunjuk dan dalam bentuk seremoni. Sungguh-sungguh datang dari kesadaran untuk tertib lebih dahulu daripada masyarakat. Kita lihat dan buktikan,” kata Suryadi.**